Inovasi teknologi Artificial Intelligence (AI) terus berkembang pesat dan telah menjangkau hampir ke semua aspek, termasuk ranah digital marketing.

Inovasi teknologi Artificial Intelligence (AI) terus berkembang pesat dan telah menjangkau hampir ke semua aspek, termasuk ranah digital marketing.
Hal ini juga kerap mengubah strategi brand, mulai dari cara berinteraksi, memasarkan produk, hingga menyuguhkan pesan atau konten pada audiens.
Secara tidak langsung, brand dituntut untuk bisa beradaptasi dan memanfaatkan fitur AI secara bijak dan tepat.
Salah satu tren terbaru yang sedang hangat adalah penggunaan AI Voice Narrator dalam konten storytelling.
Dengan hadirnya AI Voice Narrator, brand punya cara baru untuk menghadirkan suara khas yang bisa menjangkau audiens lebih luas, cepat, dan efisien.
Jika dilihat sebagai peluang, AI Voice Narrator ini dapat membuat ‘suara’ brand yang dipakai dalam konten secara konsisten dapat membedakan satu brand dengan yang lain.
Namun, di balik kemudahannya, tantangan baru bagi brand adalah bagaimana membuat suara AI tetap punya sisi humanis mewakili jiwa brand dan tidak terdengar seperti suara robot yang seragam.
Di sinilah pentingnya brand memahami strategi mengoptimalkan AI Voice Narrator agar storytelling brand tetap terasa personal dan humanis serta berbeda dengan brand lain.
Nah, berikut Redcomm telah rangkum 5 cara mengoptimalkan pemanfaatan AI Voice Narrator dalam menonjolkan storytelling brand.
Suara menjadi salah satu elemen yang mencerminkan identitas.
Sama seperti visual brand yang punya warna dan logo khas, tone of voice brand juga perlu konsisten agar mudah dikenali audiens.
AI Voice Narrator bisa dilatih untuk menampilkan emosi tertentu, mulai dari nada yang ramah, berwibawa, hangat, hingga optimis.
Langkah awal untuk memanfaatkan fitur ini adalah pahami brand persona sehingga dapat ditentukan karakter suara dari brand Anda.
Beberapa contoh yang bisa Anda pertimbangkan yaitu:
Kuncinya, jangan hanya memilih suara yang enak didengar, tapi suara yang mewakili karakteristik brand Anda.
Narasi AI Voice Narrator yang terlalu kaku tidak akan memiliki daya tarik dan bahkan dapat terdengar aneh di telinga audiens.
Sebaliknya, gunakan prompt yang menghasilkan gaya bercerita yang alami dengan jeda, penekanan, dan ritme yang menyerupai cara manusia berbicara.
Anda dapat menyisipkan cerita tentang nilai, bukan terbatas pada fitur atau langsung ke main point.
Misalnya, daripada mengatakan “produk kami efisien”, ubah menjadi “bayangkan Anda bisa menyelesaikan pekerjaan dua kali lebih cepat tanpa kehilangan fokus”.
Narasi seperti ini dapat menghasilkan voice yang terasa lebih hidup, humanis, dan emosional.
Di era sekarang di mana brand ingin menjangkau lebih banyak audiens, satu suara saja belum tentu bisa cocok untuk semua platform.
AI Voice Narrator sebaiknya disesuaikan dengan konteks audiens dan platform yang digunakan.
Salah satunya jika brand ingin menggunakan YouTube, gaya storytelling bisa lebih lambat dan naratif, sementara di TikTok atau Reels, harus lebih cepat dan energik.
Tips untuk brand gunakan data audiens untuk menyesuaikan tone suara.
Sesuaikan suara dengan target audiens.
Beberapa contoh yang bisa Anda lihat seperti Spotify for Brands menyesuaikan audio iklan dengan mood playlist, membuat pesan terasa lebih personal atau Grab Indonesia mengadaptasi tone yang ringan dan humoris di kampanye TikTok, tetapi lebih tenang dan inspiratif di video CSR YouTube.
Nah, jika target Anda generasi muda yang kritis, gunakan gaya percakapan yang santai tapi informatif.
Kalau target audiens Anda decision maker, gunakan gaya suara yang lebih formal dan meyakinkan.
Dengan memerhatikan details ini, brand Anda terdengar lebih relevan di setiap konteks komunikasi dan engagement brand akan meningkat.
Hal paling penting dan tidak boleh luput adalah suara, visual, serta musik harus selaras secara keseluruhan dalam storytelling brand.
Untuk menciptakan brand experience yang kuat, AI Voice Narrator harus berpadu dengan elemen visual dan musik yang mendukung.
Kalau visualnya lembut, tapi suaranya keras dan cepat, pesan akan kehilangan harmoni.
Contoh:
Jadi, jangan lupa perhatikan visual dan musik harus sesuai dengan suara dari AI Voice Narrator agar benar-benar dapat merepresentasikan identitas brand yang lebih berkesan bagi audiens.
Meski terbilang mudah digunakan dan terkesan penting, AI Voice Narrator bukanlah solusi sekali pakai.
Teknologi dan preferensi audiens selalu berubah, sehingga brand perlu melakukan refresh secara berkala.
Lakukan A/B testing pada gaya narasi, kecepatan, atau tone untuk melihat mana yang paling efektif menciptakan engagement.
Gunakan metrik seperti completion rate, average listen time, atau brand recall untuk mengukur efektivitasnya.
Brand harus Ingat, storytelling brand yang hebat bukan yang paling keras atau sempurna, tapi yang paling berkesan, diingat, dan mudah dikenali oleh audiens.
AI Voice Narrator bukan sekadar alat bantu produksi konten, tapi fitur baru yang menjadi penghubung antara teknologi dan emosi manusia.
Dengan strategi yang tepat, suara AI bisa menjadi brand signature yang memperkuat storytelling, menambah kedekatan, dan menonjolkan nilai unik brand Anda.
Ingin membangun storytelling brand yang terdengar lebih autentik dan berkesan di setiap kanal digital? Hubungi kontak Redcomm sekarang!
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC


