knowledge
MENU
SEARCH KNOWLEDGE
B2B: Pengertian d...

B2B: Pengertian dan Cara Memperkuat Brand B2B di Media Sosial

20 Sep  · 
5 min read
 · 
eye 5.669  
Bisnis

Saatnya Brand B2b Memperkuat Eksistensi Di Social Media

Anda pasti pernah mendengar B2B atau Business to Business, kan? Cari tahu di artikel ini yuk, pengertian B2B, alasan kenapa bisnis B2B tidak menggunakan media sosial, serta cara memperkuat keberadaan brand B2B di media sosial.

Pengertian Bisnis B2B

Perusahaan atau brand B2B adalah perusahaan yang melakukan transaksi dan menjual produk, jasa, atau layanan bisnisnya ke perusahaan lain. 

Bisa dikatakan B2B atau Business to Business adalah bisnis yang dijalankan dengan target marketnya bisnis lain, bukan end user atau langsung ke konsumen.

Contoh perusahaan B2B di Indonesia, antara lain Ralali dan BliBli yang menjadi e-commerce dengan target market pebisnis online

Lalu ada Kawan Lama yang menjadi supplier peralatan ke berbagai perusahaan, atau pemasok bahan baku dan bahan mentah, hingga digital marketing agency seperti Redcomm yang membantu banyak brand untuk melakukan promosi dan pemasaran digital.

Urgensi Brand B2B Berpromosi di Media Sosial

Selama ini ada anggapan bahwa media sosial bukanlah platform yang efektif untuk komunikasi pemasaran brand B2B. Ini karena purchase decision dan customer journey brand B2B dinilai berbeda jauh dibandingkan dengan B2C atau Business to Consumer.

Selain itu, konten khas social media dengan kemampuannya menggugah emosi tidak cocok untuk audience B2B yang rasional. 

Inilah yang kemudian membuat banyak brand B2B tidak menggunakan media sosial sebagai media promosi dan pemasaran.

Padahal anggapan ini salah lho. Mengabaikan penggunaan media sosial malah membuat brand B2B bisa kehilangan relevansi dengan target audiens. Jadi, apa urgensi brand B2B harus ber-social media

Anda sebagai pemilik brand B2B harus tahu bahwa saat ini para milenial semakin banyak mengisi posisi-posisi penting dalam perusahaan. 

Mereka punya suara dalam purchase decision produk dan jasa bagi perusahaan. Tak jarang, banyak pula di antara mereka yang mengisi posisi puncak sebagai pengambil keputusan bisnis.

Millennials: Generasi Baru Buyer B2B

1. Milenial Menguasai LinkedIn

Anda bisa tengok dulu data dari LinkedIn. Platform yang dibeli Microsoft ini dipersepsikan sebagai social media untuk karir dan bisnis.

Berikut data di LinkedIn yang perlu Anda pertimbangkan:

  • Ada sekitar 17 juta pengguna LinkedIn aktif di Indonesia saat ini dan hampir 95% berusia 35 tahun ke bawah (18-34 tahun).
  • Ada sekitar 9,3 juta orang berusia 25-24 tahun. 
  • Sekitar 1,5 juta di antaranya menduduki posisi supervisor ke atas.
  • Bahkan ada sekitar 160,000 orang dalam rentang usia tersebut yang bertitel “Director.”

2. Perubahan Cara Pembelian B2B

Pakar strategi konsumen Eric Almquist dari Bain & Company, dalam artikelnya di Harvard Business Review menuliskan kalau para digital native (kelompok milenial) telah mengubah cara pembelian B2B.

Lahir dan besar di era teknologi digital membuat milenial familiar dengan komputer dan internet sejak usia dini. Mereka sudah terbiasa mencari informasi secara mandiri, termasuk melakukan riset produk sebelum memutuskan membelinya. 

Googling adalah hal biasa yang mereka lakukan ketika melakukan riset produk.

Pola inilah yang juga mereka bawa ketika melakukan riset vendor pemasok produk dan jasa B2B. Ketika melakukan riset, ada lebih banyak informasi yang dipertimbangkan milenial. 

3. Nilai Inspirational Menjadi Fokus

Tidak hanya informasi terkait produk, jasa dan latar belakang perusahaan, tetapi juga hal-hal yang sifatnya subjektif.

Hal-hal subjektif ini, antara lain bagaimana upaya calon vendor melestarikan lingkungan, peduli pada masalah-masalah sosial, dan aktivitas filantropis lainnya. 

Berbagai hal tersebut, menurut Almquist, adalah “nilai-nilai” yang sifatnya inspirasional dari calon vendor. Survei dari konsultan pemasaran Merit mengungkapkan, sebanyak 80% milenial menyatakan nilai-nilai inspirasional itu penting.

Bagaimana brand B2B menunjukkan nilai-nilai inspirasional tersebut? Di sinilah peran media sosial yang menjadi media efektif untuk menceritakan nilai-nilai inspirasional. 

Selain kemampuan menginspirasi target audiens, media sosial juga semakin penting untuk membangun kredibilitas

4. Lebih Percaya Ulasan & Rekomendasi

Ciri khas milenial lainnya, mereka terbiasa lebih mempercayai ulasan dan rekomendasi jaringan pertemanan dalam media sosial ketimbang sumber dari brand.

Jadi tunggu apa lagi, kini waktunya Anda mengambil kesempatan terbaik untuk mengembangkan bisnis secara signifikan dengan memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menjangkau milenial sebanyak mungkin.

Pentingnya Search Engine Marketing (SEM) & Media Sosial

Search engine adalah tools yang lazim digunakan dalam proses pembelian B2B. Riset Google yang ditayangkan dalam artikel berjudul The Changing Face of B2B Marketing bahkan menyatakan search engine merupakan sumber informasi nomor satu untuk riset B2B.

Hal tersebut terlihat ada sebanyak 90% dari total pencari dengan latar belakang B2B menggunakan search engine hanya untuk keperluan purchasing

1. Keyword Generik untuk Pencarian

Keyword apa yang audiens cari sehingga bisa menemukan dan memilih brand B2B? Masih menurut data Google, sebanyak 71% melakukan pencarian generik, seperti kategori produk, sub-kategori, atau masalah yang mereka hadapi. 

Artinya, para pembeli B2B tidak langsung melakukan pencarian dengan keyword brand. Pencarian generik berperan penting dalam tahap awal path to purchase

Secara umum, pembeli B2B melakukan riset 12 kali pencarian sebelum berinteraksi dengan website brand.

Seperti yang Anda tahu, persaingan di pencarian keyword generik lebih ketat daripada keyword brand. Apalagi jika kualitas konten relatif sama. Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk memenangkan persaingan?

2. Manfaat Penggunaan Media Sosial

Agar brand B2B bisa memenangkan pencarian yang dilakukan oleh para purchaser, maka mulailah memanfaatkan media sosial. 

Jadi ketika posisi website brand belum berhasil menempati posisi terbaik di SERP, maka tetap ada peluang brand Anda mudah ditemukan di media sosial.

Apalagi beberapa tahun terakhir, perilaku pencarian yang dilakukan masyarakat pengguna jasa bisnis, terutama dari kelompok milenial dan Gen Z, mulai bergeser ke media sosial.

Berikut manfaat yang akan Anda dapatkan sebagai pemilik atau pengelola brand B2B kalau menggunakan media sosial:

1. Membangun Brand Awareness

Media sosial berperan besar dalam membangun awareness, sehingga para pembeli B2B punya preferensi sejak awal melakukan riset di search engine

Bahkan dari informasi di media sosial, mereka bisa menemukan berbagai keyword yang nanti mereka gunakan dalam pencarian di search engine.

2. Peningkatan Akurasi Kampanye Awareness

Kekuatan platform social media adalah pada audience data yang bisa Anda manfaatkan untuk meningkatkan akurasi dari kampanye awareness

Melalui audience data, setiap impression tidak akan sia-sia karena pesan Anda sampai kepada target audience yang memang ingin Anda bidik.

Kampanye awareness yang berhasil akan meningkatkan volume pencarian keyword brand. Volume pencarian yang semakin besar berpotensi meningkatkan traffic ke website bisnis. 

Ditambah dengan konten yang berkualitas dan relevan, bounce rate akan rendah dan kinerja SEM-pun menjadi lebih baik.

Simak artikel Redcomm Knowledge tentang bagaimana mengukur efektivitas kampanye brand awareness.

Buying Process B2B

Ada mitos dalam B2B marketing yang beranggapan bahwa buying process berlangsung secara rasional dan logis. Tidak ada ruang bagi faktor emosional untuk mempengaruhi purchase decision para pihak yang terlibat. 

Seperti Anda ketahui, buying process ini melibatkan banyak pihak, mulai dari purchasing committee, konsultan eksternal, hingga procurement internal

Namun survei yang dilakukan Google, CEB Marketing Leadership Council, dan firma riset Motista membuktikan kalau anggapan itu salah. 

Faktor emosional pada brand B2B jauh lebih besar dibandingkan B2C. Dari 100 brand B2C yang dipelajari oleh Motista, kebanyakan memiliki koneksi emosional hanya dengan 10% sampai 40% dari konsumennya.

Di sisi lain, ada data yang menunjukkan kalau 7 dari 9 brand B2B dalam studi tersebut, memiliki koneksi emosional dengan lebih dari 50% konsumennya. 

Secara umum, pelanggan brand B2B lebih terikat secara emosional dengan para vendor dan penyedia layanan mereka, ketimbang konsumen B2C.

Sekilas temuan ini mengejutkan. Namun sebenarnya masuk akal bahwa koneksi emosional dengan pelanggan B2B lebih tinggi. 

Ketika konsumen individual membuat pembelian yang salah, taruhannya relatif lebih rendah. Solusi terbaik, produknya masih bisa dikembalikan kepada penjual.

Tapi pada pembelian skala bisnis, faktor risiko bisa jadi sangat besar. Sebagai contoh, kesalahan dalam membeli sistem teknologi informasi seharga jutaan dolar bisa berujung pada kerugian besar bagi perusahaan. 

Bahkan kesalahan seperti ini bisa berakibat hilangnya pekerjaan. Wajar jika pelanggan bisnis B2B membutuhkan koneksi emosional supaya lebih percaya diri untuk mengatasi faktor risiko tersebut.

Emotional Storytelling

Sekali lagi, media sosial adalah platform yang ampuh untuk membangun koneksi emosional dengan cara storytelling

Tentu saja Anda tidak bisa mengaplikasikan begitu saja strategi social media B2C untuk brand B2B. Hal ini terutama karena siklus pembelian brand B2B jauh lebih panjang sehingga Anda perlu menyentuh emosi yang tepat.

Humor, drama, dan percintaan yang biasanya manjur untuk brand B2C tidak relevan bagi brand B2B. Namun emosi yang bisa membangkitkan rasa percaya, menunjukkan kehandalan, kredibilitas, dan rasa kemitraan lebih cocok untuk membangun brand B2B.

Satu hal yang perlu diperhatikan ketika B2B storytelling yang menggunakan faktor emosional: Anda harus tahu kadar yang tepat. 

Jika berlebihan, ada risiko brand B2B dianggap manipulatif. Hal ini akan menggerus kepercayaan pembeli B2B.

Pendekatan yang baik adalah faktor emosional ini diposisikan sebagai pendukung dari faktor logis dan rasional. Anda harus bisa menunjukkan secara rasional problem, solusi, dan benefit. Baru setelah itu, Anda membangun emotional storytelling.

Ada banyak cara untuk membangun emotional storytelling di social media, seperti: 

  • Perusahaan teknologi Salesforce misalnya, dikenal sering mengangkat cerita-cerita tentang karyawannya via Twitter dan Facebook.
  • Di Instagram yang mengedepankan unsur visual, Salesforce menghadirkan karakter kartun yang lucu. Pendekatan humanis dan tokoh kartun ini digunakan untuk menyeimbangkan kesan produk teknologi yang keras, membosankan, dan serius.

Setiap platform social media memiliki karakteristiknya masing-masing. Strategi social media brand B2B di Facebook, Instagram, Twitter, dan LinkedIn harus bisa menyesuaikan dengan karakter tersebut.

Bagaimana Anda membangun strategi pemasaran media sosial untuk setiap platform? Perlukah brand B2B hadir di semua platform? Apakah Tiktok platform yang tepat? 

Simak terus Redcomm Knowledges atau langsung saja klik Kontak Redcomm untuk mendiskusikan hal ini.

SUBSCRIBE NOW

RELATED TOPICS:

DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU

SUBSCRIBE NEWSLETTER