Impressions
Ukuran ini menunjukkan berapa banyak pesan kita ditayangkan di depan audience. Tapi apakah audience mengetahui dan mengingat pesan brand? Belum tentu. Bisa jadi pesan ditayangkan tetapi audience tidak memperhatikan atau malahan skip pesan tersebut. Impression lebih tepat digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah kampanye kita berjalan, terutama di platform seperti Facebook dan Instagram. Kedua platform ini sangat selektif. Mereka hanya menayangkan iklan dengan kualitas baik, sesuai panduan.
Impression adalah metrik yang dipakai juga untuk mengetahui apakah kadar paparan pesan kita sudah cukup memberikan pengaruh kepada target audience. Kita tidak mau pesan yang kita sampaikan kurang frekuensi terpaannya. Ini ibarat menggarami air laut. Biasanya, untuk awareness, frekuensi terpaan cukup dua sampai empat kali per orang per pekan. Sementara pada peluncuran produk baru, bisa mencapai enam hingga delapan kali per orang per pekan.
Click-Through Rate
Jumlah klik adalah metrik yang sudah ada sejak pertama kali Internet digunakan untuk memasarkan produk pada era 90-an silam. Saat itu, teknologi digital belum berkembang dan hanya aksi klik yang bisa menunjukkan adanya respon dari pengguna. Klik dan CTR masih digunakan hingga kini. Namun, metrik ini lebih tepat dipakai untuk menunjukkan seberapa menarik pesan kita, seberapa “provokatif” pesan brand tersebut.
Metrik ini berguna sebagai alat ukur keberhasilan kreatif atau materi iklan yang kita sebarkan. Klik dan CTR biasanya diawasi ketat di awal-awal kampanye atau ketika ada materi baru yang tayang. Belum tentu orang yang mengklik mengingat brand yang menyampaikan pesan tersebut. Dalam beberapa kasus, orang lebih mengingat pesan daripada brand-nya, atau malah mengingat brand kompetitor.
Engagement Rate
Metrik ini termasuk sebagai salah satu tolok ukur sukses yang bisa dipakai untuk kampanye branding. Jumlah interaksi timbal-balik (engagement) antara pesan brand dan audience bisa dijadikan indikator seberapa besar favorability (tingkat kesukaan) sebuah brand. Namun metrik ini terlalu berlebihan untuk mengukur kampanye brand awareness, dimana kriteria suksesnya adalah, audience cukup mengetahui dan mengingat pesan tersebut.
Implikasi dari menetapkan ER sebagai metrik dalam kampanye brand awareness, adalah biaya yang lebih tinggi. Biaya ini bisa datang dari komponen produksi materi kreatif, atau dari pembelian impressi dengan jumlah yang lebih banyak untuk mendorong engagement. Kampanye pun kehilangan efisiensinya.
Berikut ini adalah metric yang bisa kita gunakan untuk mengukur keberhasilan kampanye brand awareness: Reach, Brand Lift Study, Mentions dan Search Volume.
Brand Awareness Metric: Reach
Ini adalah metrik yang paling penting dalam semua kampanye baik itu brand awareness maupun direct response. Metrik ini dipakai untuk mengetahui seberapa besar penetrasi, daya jangkau kampanye kita di segmen audience tertentu. Logikanya, sebelum kampanye itu bisa masuk ke pikiran orang-orang, pesan itu harus menjangkau orang itu terlebih dahulu, muncul di layar smartphone atau komputernya.
Pada umumnya, target Reach untuk kampanye brand awareness berkisar antara 40% dan 60% dari jumlah potensial segmen audience. Jika nilai Reach kurang dari target, artinya hasil dari kampanye kita belum maksimal, relatif terhadap ukuran atau jumlah potensial audience.
Reach memang penting untuk semua kampanye, tapi untuk brand awareness, metrik ini juga belum mengukur apakah orang itu mengetahui dan mengingat pesan kita. Adakah metrik lain yang lebih mendalam dan komprehensif?

Brand Awareness Metric: Ad-Recall Lift
Metrik ini mengukur apakah pesan kita mudah diingat (memorable) oleh target audience. Metode pengukurannya adalah dengan menayangkan iklan kepada audience, lalu menanyakannya beberapa saat kemudian. Ad Recall ini adalah metrik yang sudah lama digunakan oleh brand untuk mengukur efektivitas kampanye. Metodenya adalah melalui survei, dengan pertanyaan yang lebar seperti “Apakah Anda ingat melihat iklan ini?” atau bisa spesifik, misalnya “Apakah anda ingat iklan ini, dari brand/produk apa?”
Saat ini, platform digital seperti Facebook dan Google memiliki metode sendiri untuk mengukur ad recall ini. Di Facebook, metrik ini dinamakan “estimated ad recall.” Walaupun merupakan estimasi, Facebook mengklaim tingkat akurasinya tinggi. Facebook menggunakan algoritmanya dengan data-data yang diambil dari pola perilaku dan polling secara acak. Pola perilaku diambil dari ribuan sinyal, seperti lokasi, hubungan antara pengguna dan Facebook Page yang di-follow-nya, serta masih banyak lagi.
Melalui kemampuan machine learning, Facebook membuat estimasi ad recall. Menurut Facebook, estimated ad recall lift adalah jumlah orang yang akan menjawab “Yes” pada pertanyaan “Apakah Anda ingat melihat iklan dari brand dalam dua hari terakhir ini?” Pertanyaan ini diajukan kepada dua kelompok audience. Kelompok pertama adalah orang-orang yang terpapar oleh iklan --disebut exposed group, dan kelompok kedua adalah control group --orang-orang yang tidak melihat iklan. Facebook lalu menghitung perbedaan antara kedua kelompok ini.
Brand Awareness Metric: Brand Resonance via Brand Lift Study
Jika kita membutuhkan pengukuran yang lebih akurat, Facebook menyediakan Brand Lift Study. Melalui Brand Lift Study, Facebook menyediakan tools pengukuran yang lebih dalam, seperti polling dengan pertanyaan khusus dan berbagai metric awareness. Brand Lift Study memungkinkan kita untuk mengetahui apakah iklan itu mampu meningkatkan Brand Resonance, metrik yang dianggap pencapaian tertinggi dari sebuah brand berdasarkan CBBE (Customer-Based Brand Equity). CBBE adalah metode pengukuran ekuitas brand hasil pemikiran “Bapak Brand Management” Kevin Lane Keller.
Facebook menyediakan Brand Lift Study ini untuk kalangan terbatas, hanya kepada beberapa brand dan agency. Redcomm Indonesia termasuk segelintir agency di Indonesia yang bisa menjalankan Brand Lift Study.
Kemampuan mengukur brand resonance juga disediakan Google untuk platform video YouTube melalui produk Brand Lift. Metode pengukurannya juga sama, dengan membagi audience menjadi exposed group dan control group, untuk mengukur consideration, favorability dan purchase intent.
Brand Awareness Metric: Volume Mentions
Cara lain untuk mengukur kampanye brand awareness adalah dengan melihat seberapa banyak brand kita disebut (mentions) dalam percakapan di media sosial. Untuk mengukur metrik ini kita membutuhkan social media monitoring tools atau yang disebut juga social listening tools. Metrik ini selain bisa digunakan untuk mengetahui kinerja kampanye berbayar (iklan), juga bisa dipakai untuk kampanye yang bersifat organik, dan kampanye yang cross-channel.
Search Volume, yakni seberapa banyak brand kita masuk sebagai kata kunci dalam pencarian Google, juga bisa kita gunakan sebagai metrik kampanye brand awareness. Data volume pencarian ini bisa kita lihat di Google Search Console yang merupakan bagian dari Google Analytics. Satuan ukuran search volume adalah impression yang menunjukkan berapa kali kata kunci brand kita tampil dalam pencarian.
Demikianlah metrik untuk brand awareness, jadi tak perlu lagi menebak-nebak untuk mengukur sukses kampanye tipe ini. Kemampuan untuk mengoptimalisasikan kampanye ketika sedang berjalan adalah salah satu kekuatan dari digital marketing. Kita bisa bermanuver sesuai dengan respons dari pasar. You can’t manage what you don’t measure.