Pada 2030, pasar manajemen loyalitas global diperkirakan akan mencapai $28,65 miliar.

Pada 2030, pasar manajemen loyalitas global diperkirakan akan mencapai $28,65 miliar.
Angka fantastis ini bukan kebetulan.
Alasannya di tengah perubahan perilaku konsumen dan persaingan digital yang makin ketat, loyalitas pelanggan kini menjadi aset strategis yang menentukan keberlanjutan bisnis.
Pertanyaannya, loyalitas seperti apa yang paling efektif untuk bisnis Anda?
Apakah cukup dengan customer loyalty, atau justru brand loyalty yang perlu dibangun lebih dalam?
Jawabannya tergantung pada industri, model bisnis, dan nilai yang Anda tawarkan.
Keduanya sama-sama penting, tapi memiliki arah, konsep, dan dampak yang berbeda.
Berikut rangkuman pembahasan customer loyalty dan brand loyalty yang perlu Anda ketahui!
Customer loyalty terjadi ketika pelanggan memilih produk atau layanan yang Anda tawarkan karena pengalaman positif sebelumnya, bukan semata karena mereknya.
Biasanya, faktor yang membentuk customer loyalty ini mencakup:
Namun, pelanggan loyal pada level ini belum tentu eksklusif.
Mereka bisa saja masih menggunakan produk pesaing jika ada penawaran yang lebih baik.
Artinya, customer loyalty cenderung bersifat fungsional dan rasional.
Program Starbucks Rewards menjadi salah satu contoh customer loyalty paling sukses.
Pada 2023, ada lebih dari 29 juta anggota aktif, dan separuh penjualan Starbucks berasal dari mereka.
Keunggulannya ada di sistem poin yang cepat dicairkan dan mudah dipahami.
Pelanggan mendapat Stars setiap kali bertransaksi, dan bisa menukarkannya untuk kustomisasi minuman atau merchandise eksklusif.
Kunci suksesnya, pelanggan merasa dihargai setiap kali mereka kembali.
Melalui inisiatif Walmart Cash, pelanggan mendapatkan insentif finansial untuk setiap pembelian produk bertanda khusus.
Uniknya, poin yang dikumpulkan bisa ditukar menjadi uang tunai nyata, bukan sekadar kredit toko.
Walmart paham bahwa pelanggan ritel sangat sensitif terhadap harga.
Mereka membangun loyalitas bukan dari cinta pada merek, tapi dari value dan kemudahan bertransaksi.
Ini contoh jelas bagaimana sebuah perusahaan bisa tampil beda dengan strategi loyalitas pelanggan di industri yang super kompetitif seperti ritel.
Amazon menyasar kekuatan langganan sebagai bagian dari strategi loyalitas pelanggan.
Dengan program Amazon Prime, pelanggan membayar biaya tahunan untuk menikmati fast shipping, diskon eksklusif, hingga akses ke layanan streaming.
Langganan ini bukan hanya menciptakan retensi tinggi, tapi juga membuat pelanggan menempatkan Amazon sebagai ekosistem utama dalam kesehariannya.
Inilah bentuk customer loyalty modern yang efisien, bernilai, dan didorong oleh pengalaman yang lancar.
Brand loyalty muncul ketika pelanggan tetap memilih brand Anda, bahkan saat harga naik atau kompetitor menawarkan fitur lebih.
Loyalitas ini tidak dibangun dari transaksi, tetapi dari hubungan emosional dan kepercayaan.
Di sini, pelanggan tidak hanya menyukai produk Anda, tapi juga percaya pada nilai yang diwakilkan oleh brand.
Setiap tahun, jutaan pengguna setia rela membeli iPhone terbaru meski harganya lebih mahal daripada merek lain.
Mengapa? Pertama karena Apple menjual lebih dari sekadar produk; inovatif, desain produknya berkualitas, dan interface-nya ramah pengguna.
Mereka menjual pengalaman, desain, komunitas, dan rasa bangga menjadi bagian dari “ekosistem Apple.”
Kedua, meskipun harganya premium, konsumen melihat produk Apple sebagai kualitas tinggi dan andal.
Bahkan jika ada masalah, customer support mereka cepat tanggap dan membuat konsumen merasa aman.
Ketiga, Apple terus-menerus launching produk baru, membuat konsumen selalu excited, bahkan sebanyak 89% pengguna iPhone tidak mau pindah merek.
Patagonia sukses menyasar dan membangun awareness untuk komunitas pecinta lingkungan dengan nilai yang autentik.
Brand ini dikenal karena menawarkan pakaian dan perlengkapan outdoor yang ramah lingkungan menggunakan bahan daur ulang, mendorong perbaikan produk alih-alih membeli baru, dan menyumbangkan jutaan dolar untuk pelestarian alam.
Konsumen tidak hanya membeli produk outdoor melainkan membeli keyakinan bahwa mereka berkontribusi untuk bumi.
Dengan pangsa pasar pencarian hingga 92%, Google menciptakan loyalitas karena produknya saling terintegrasi dan memberi kenyamanan maksimal.
Dari Gmail, Maps, Drive, hingga YouTube, semuanya konsisten membawa nilai aksesibilitas dan inovasi.
Hasilnya? Pengguna tidak hanya setia, tapi juga bergantung pada ekosistem Google dalam keseharian.
Strategi loyalitas kini tidak bisa hanya mengandalkan poin atau diskon, karena beberapa tren besar di era digital menunjukkan pergeseran arah:
Customer loyalty dan brand loyalty bukan dua hal yang saling bertentangan, justru saling melengkapi.
Mulailah dengan membangun pengalaman pelanggan yang menyenangkan, lalu naikkan levelnya menjadi hubungan emosional yang berkelanjutan.
Karena di era digital yang serba cepat ini, loyalitas bukan lagi soal siapa yang termurah,
melainkan siapa yang paling bermakna bagi pelanggan.
Untuk dapat memaksimalkan program loyalitas Anda, Kenali 5 Kesalahan dalam Membuat Customer Loyalty Program
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC

