Banyak pebisnis online merasa kalau digital marketing itu mahal dan berisiko tinggi. Apalagi harus menyediakan sejumlah dana untuk memasang iklan.
Banyak pebisnis online merasa kalau digital marketing itu mahal dan berisiko tinggi. Apalagi harus menyediakan sejumlah dana untuk memasang iklan.
Faktanya, hal ini bukan hanya berkaitan dengan besar tidaknya budget marketing yang dikeluarkan, melainkan cara mengelolanya.
Nah, kalau Anda sudah pernah mencoba dan malah jadi memboroskan dana marketing setelah pasang iklan, kemungkinan besar Anda belum punya sistem budgeting yang solid untuk e-commerce.
Di artikel ini, Anda dapat mempelajari cara menyusun, mengalokasikan, dan mengelola anggaran marketing e-commerce dengan benar agar menghasilkan penjualan dan tidak boncos lagi.
Berdasarkan data dari white paper Redcomm berjudul “Why Most E-commerce Budgets Fail”, hanya 27% bisnis e-commerce yang punya sistem pengukuran efektivitas anggaran marketing secara menyeluruh.
Akibatnya, banyak keputusan yang Anda ambil hanya berdasarkan intuisi, bukan data. Inilah penyebab utama kenapa budget marketing sering habis tanpa hasil.
Masalah umum lainnya, Anda mungkin hanya berfokus pada paid ads yang tanpa rencana funnel jelas, dan tidak menghitung Customer Acquisition Cost (CAC) dan Lifetime Value (LTV) dengan baik.
Bisa juga karena Anda mengalokasikan budget marketing tidak sesuai dengan fase bisnis dan kurang melakukan evaluasi rutin, serta mengoptimasi channel.
Untuk membaca keseluruhan data dari white paper, Anda bisa mengunduhnya terlebih dahulu di artikel Iklan Online di Industri e-Commerce Untung atau Tidak? Ini Jawabannya!
Bingung harus mulai dari mana untuk membagi dan mengelola anggaran marketing toko online Anda? Jangan khawatir.
Pada bagian ini, Anda bisa mengikuti langkah-langkah yang sudah disiapkan tim profesional digital marketing agency Indonesia.
Setiap langkah sudah tersusun dengan rapi dan efisien, mulai dari menetapkan tujuan, membagi anggaran berdasarkan funnel, sampai evaluasi performa tiap bulan.
Yuk, langsung simak dan implementasikan ya agar Anda bisa meminimalkan kebocoran anggaran dan memaksimalkan ROI.
Budget marketing yang efektif selalu dimulai dari tujuan yang jelas dan terukur.
Apakah Anda ingin meningkatkan brand awareness, menghasilkan leads baru, mendorong penjualan langsung, atau menjaga loyalitas pelanggan?
Masing-masing tujuan membutuhkan pendekatan dan komposisi budget yang berbeda. Misalnya, campaign untuk awareness lebih cocok menggunakan konten edukatif dan iklan video.
Sementara campaign retensi lebih optimal dengan email automation dan loyalty program. Tanpa tujuan yang spesifik, alokasi budget Anda akan mudah melenceng dan sulit dievaluasi dampaknya.
Sebelum menyusun rencana apa pun, Anda perlu tahu berapa anggaran iklan yang realistis untuk Anda keluarkan. Patokan umumnya adalah 10–20% dari omzet bulanan, tapi ini bisa disesuaikan dengan fase pertumbuhan bisnis.
Startup bisa lebih agresif di angka 20% untuk membangun awareness, sedangkan brand yang sudah stabil bisa turun ke 8–10%.
Dalam white paper Redcomm, disebutkan bahwa banyak bisnis e-commerce gagal mempertahankan margin karena tidak memperhitungkan seasonal volatility dan kenaikan CAC sebesar 222% sejak 2022.
Maka penting untuk tidak hanya tahu nominal budget, tapi juga menyisihkan buffer untuk fluktuasi musiman dan testing.
Jangan habiskan semua anggaran untuk paid ads yang langsung mengejar closing. Pembeli butuh proses: dari kenal (top of funnel), tertarik (middle of funnel), hingga siap beli (bottom of funnel).
Idealnya, Anda membagi budget menjadi sekitar 30% untuk top, 30% untuk middle, dan 40% untuk bottom of funnel.
Dengan pembagian ini, Anda tidak hanya menjaring calon pelanggan, tapi juga membina mereka hingga loyal.
Jangan lupa, konten edukatif, email marketing, dan retargeting punya peran besar dalam middle funnel yang sering dilupakan.
Seringkali brand hanya fokus ke iklan yang bisa langsung diukur (performance marketing), dan mengabaikan upaya brand building, seperti storytelling, edukasi, dan community building.
Hal ini sejalan dengan ulasan dalam white paper Redcomm yang menunjukkan bahwa ketidakseimbangan brand vs performance, misalnya 25:75, bisa mempercepat penurunan brand equity dan memperbesar biaya akuisisi.
Rekomendasi global saat ini adalah 60:40 untuk brand vs performance. Dengan brand yang kuat, conversion rate jadi lebih tinggi, dan biaya promosi bisa ditekan.
Tanpa tracking, Anda hanya menebak mana channel yang efektif. Alih-alih hanya berasumsi, lebih baik gunakan tools digital marketing yang sesuai.
Misalnya, Anda bisa menggunakan Google Analytics 4 (GA4), platform CRM, dan attribution model seperti linear atau time decay, untuk melihat kontribusi setiap channel dalam customer journey.
Integrasi ini akan membantu Anda menghindari jebakan “last click attribution” yang sering menyesatkan.
Tools yang baik bukan hanya mencatat angka, tetapi membantu Anda mengambil keputusan alokasi yang lebih akurat.
Jangan anggap budgeting sebagai aktivitas sekali setahun. Pasar berubah cepat, tren iklan, biaya per klik, bahkan algoritma platform bisa berubah dalam hitungan minggu.
Lakukan audit bulanan terhadap performa channel dan campaign. Lalu lihat juga, mana yang overperform, dan mana yang perlu dihentikan.
Budget yang dialokasikan ulang dari channel yang boros ke channel yang efektif bisa langsung meningkatkan ROI tanpa perlu menambah biaya.
Eksperimen bukan pemborosan, namun merupakan investasi untuk inovasi.
Oleh karena itu, Anda perlu menyisihkan 10–15% dari total budget marketing untuk menguji hal baru, seperti konten video pendek, live shopping, micro influencer, atau tools marketing automation.
Coba A/B testing untuk CTA, copywriting, desain iklan, atau landing page. Dari eksperimen ini, Anda bisa menemukan celah optimasi besar yang sebelumnya tidak terlihat.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara disiplin dan konsisten, Anda bisa menghindari boncos dan mulai melihat anggaran sebagai alat strategis untuk pertumbuhan, bukan sekadar pengeluaran wajib.
Kalau Anda tahu cara mengatur anggaran marketing dengan tepat, Anda tidak akan merasa iklan itu mahal. Justru Anda bisa melihatnya sebagai investasi yang bisa diukur, dikendalikan, dan ditingkatkan.
Untuk strategi lengkap mengelola anggaran marketing e-commerce, coba berdiskusi dengan tim profesional dengan menghubungi Kontak Redcomm.
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC