Di ekosistem e-commerce, mengandalkan traffic saja tidak akan pernah cukup.

Di ekosistem e-commerce, mengandalkan traffic saja tidak akan pernah cukup.
Brand bisa saja menginvestasikan begitu banyak waktu dan biaya untuk membawa orang masuk ke situs, tetapi ujungnya tetap sama; tanpa konversi, bisnis tidak tumbuh.
Karena itu, memahami mengapa conversion rate rendah menjadi kiat dasar sebelum berbicara tentang optimasi yang lebih kompleks.
Menariknya, sebagian besar masalah konversi bukan terjadi pada kualitas produk atau harga, tetapi pada pengalaman pengguna yang tidak mulus.
Mulai dari tampilan mobile yang berantakan hingga proses checkout yang membuat pelanggan menyerah di tengah jalan.
Lebih lanjut, berikut lima penyebab paling umum mengapa conversion rate e-commerce Anda rendah dan strategi praktis yang dapat diterapkan untuk membantu brand mendapatkan konversi yang lebih bernilai.
Sebagian besar traffic e-commerce datang dari perangkat mobile, namun desktop masih mencatat tingkat konversi yang lebih tinggi.
Alasannya sederhana yaitu banyak situs belum benar-benar ramah untuk pengguna mobile.
Navigasi terasa sempit, gambar tidak tampil cepat, dan tombol CTA sulit di-klik.
Hal-hal kecil seperti ini membuat orang kembali ke halaman sebelumnya, lalu hilang begitu saja.
Cara brand memperbaikinya masalah ini:
Brand yang ingin melangkah lebih jauh juga mulai mempertimbangkan aplikasi mobile, karena tingkat konversinya tercatat bisa tiga kali lebih tinggi dibanding situs mobile biasa.
Visual merupakan faktor utama penentu keputusan belanja online.
Pelanggan tidak bisa memegang produk, sehingga kualitas gambar adalah satu-satunya pegangan mereka.
Sayangnya, masih banyak brand mengunggah foto yang buram, gelap, atau bercampur dengan elemen lain yang mengganggu.
Begitu pula dengan video produk yang tidak informatif atau resolusinya rendah.
Solusi yang bisa dilakukan brand:
Semakin baik visualnya, semakin kecil keraguan pelanggan yang tersisa dan semakin tinggi motivasi untuk transaksi.
Coba bayangkan pelanggan sebenarnya sudah tertarik, tetapi tidak tahu harus menekan apa untuk menemukan varian produk.
Hal di atas menjadi contoh hambatan sekecil apa pun bisa membuat pelanggan berpindah ke kompetitor dalam hitungan detik.
Navigasi yang tidak intuitif misalnya menu terlalu panjang, label kategori yang tidak jelas, atau filter yang tidak relevan membuat orang merasa kebingungan dan tersesat.
Cara brand memperbaiki kesalahan terkait hal tersebut yaitu:
Navigasi yang rapi bukan hanya meningkatkan konversi, tetapi juga mendorong nilai pesanan rata-rata (AOV).
Pelanggan sudah yakin ingin membeli, tetapi justru menyerah saat hendak menyelesaikannya.
Ini adalah jenis konversi yang paling menyakitkan karena kegagalannya terjadi tepat di tahapan funnel akhir.
Hal ini biasanya disebabkan oleh form yang terlalu banyak, tidak adanya opsi checkout sebagai tamu, atau kesulitan mengubah detail kecil seperti alamat.
Untuk memperbaikinya, brand harus pastikan:
Proses checkout yang mulus adalah salah satu cara paling cepat dan signifikan untuk meningkatkan conversion rate e-commerce.
Dengan banyaknya pilihan produk dan toko, pelanggan semakin selektif.
Mereka ingin memastikan bahwa barang yang dibeli asli, informasinya terpercaya, dan pengalaman transaksinya terjamin.
Situs tanpa ulasan, tanpa jaminan keamanan pembayaran, atau tanpa informasi brand yang jelas hampir selalu menimbulkan keraguan.
Langkah memperkuat trust agar conversion rate naik:
Rata-rata orang membaca lebih dari 10 ulasan sebelum membeli.
Artinya, bukti sosial (social proof) bukan lagi opsional, melainkan faktor utama konversi.
Conversion rate bukan sekadar angka, tapi cerminan kualitas pengalaman pelanggan di seluruh journey.
Dengan memperbaiki lima aspek di atas, brand dapat membangun pengalaman belanja yang lebih mulus, lebih meyakinkan, dan pada akhirnya, lebih menguntungkan.
Selain conversion rate, pahami juga soal Iklan Online di Industri e-Commerce Untung atau Tidak? Ini Jawabannya!
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC


