Ada banyak CMO di perusahaan yang ternyata tidak mampu membuktikan dampak finansial dari aktivitas marketing yang sudah dilakukan. Apakah Anda salah satunya?
Ada banyak CMO di perusahaan yang ternyata tidak mampu membuktikan dampak finansial dari aktivitas marketing yang sudah dilakukan. Apakah Anda salah satunya?
Jika Anda juga mengalami hal yang sama, artinya Anda harus membaca artikel tentang marketing budget jadi investasi atau pemborosan semata yang Redcomm rilis kali ini.
Ketidakmampuan membuktikan dampak finansial dari penyelenggaraan berbagai aktivitas marketing tidak semata-mata berkaitan dengan pelaporan hasil kerja sama.
Namun hal ini menjadi salah satu krisis strategi yang sedang terjadi di banyak perusahaan. Bahkan kemungkinan besar juga terjadi di perusahaan Anda.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Mari baca dulu penjelasan di artikel ini, kemudian unduh white paper yang tersedia, agar Anda bisa segera menemukan solusinya.
Dalam iklim bisnis yang semakin kompetitif, setiap rupiah dari budget marketing harus bekerja dua kali lebih keras.
Namun meski perusahaan mengeluarkan anggaran iklan lebih besar untuk berinvestasi dalam digital marketing campaign, tetap saja hasilnya kurang optimal.
Nah, white paper terbaru dari Redcomm berjudul “Marketing Spend or Marketing Waste? Why Most Budgets Fail in 2025” mengupas tuntas kegagalan strategi marketing modern dari berbagai sudut: pengukuran ROI, investasi teknologi, disiplin alokasi anggaran, hingga overestimate social media projection.
Beberapa cuplikan kritis dari isi white paper ini, di antaranya:
Apakah Anda melihat pola serupa di strategi marketing bisnis yang perusahaan Anda implementasikan?
Sebelum Anda menyimpulkan bahwa strategi marketing yang diterapkan sudah tepat, ada baiknya Anda mencermati jebakan umum yang membuat anggaran justru terbuang sia-sia.
Banyak perusahaan merasa sudah “berinvestasi”, padahal kenyataannya mereka sedang menumpuk pemborosan.
Jika ingin tahu di mana letak kesalahan paling umum terjadi, mari telaah beberapa faktor berikut ini:
Banyak tim marketing tidak memiliki sistem pengukuran ROI yang terintegrasi, akurat, dan real time.
Akibatnya, saat ditanya oleh CEO atau CFO tentang kontribusi konkret dari aktivitas marketing, Anda hanya bisa menunjukkan metrik vanity, seperti reach atau engagement.
Tanpa kerangka pengukuran berbasis bottom line impact, misalnya kontribusi terhadap revenue atau lifetime value, marketing akan terus dipersepsikan sebagai “pengeluaran”, bukan investasi.
Perusahaan berlomba-lomba mengadopsi tools martech terbaru: CRM, marketing automation, analytics platform, dan AI tools. Tapi ironisnya, hanya sebagian kecil dari tools yang dibeli benar-benar digunakan.
Bahkan, 1 dari setiap 2 dolar yang dikeluarkan untuk teknologi marketing tidak memberikan nilai operasional nyata.
Hal ini terjadi karena kurangnya pelatihan, integrasi yang lemah, dan strategi yang tidak align dengan fungsi tools tersebut.
Dalam satu dekade terakhir, 9 dari 10 proyeksi pertumbuhan investasi di media sosial terbukti terlalu optimis dengan gap realisasi mencapai 66%.
Banyak brand menganggap media sosial sebagai mesin pertumbuhan, namun gagal mengantisipasi perubahan algoritma, shifting platform, dan tren konten yang cepat berubah.
Tanpa pemahaman historis dan penetapan benchmark realistis, perusahaan terus mengalokasikan budget besar tanpa hasil yang sebanding.
Ketika tekanan ekonomi meningkat, fungsi marketing sering kali menjadi korban pertama pemotongan anggaran.
Bukan karena tidak penting, tapi karena marketing gagal membuktikan nilai bisnis secara cepat dan terukur.
Tanpa struktur proteksi dan justifikasi berbasis data, marketing selalu berada dalam posisi defensif saat pembuat keputusan mencari penghematan.
Hanya sedikit perusahaan yang memiliki sistem untuk melindungi alokasi marketing dari fluktuasi jangka pendek. Padahal marketing yang efektif membutuhkan kontinuitas dan konsistensi.
Tanpa adanya kategori anggaran yang tahan resesi atau dikaitkan langsung dengan target bisnis, seperti LTV, revenue contribution, atau cost efficiency, marketing akan terus dianggap sebagai bagian yang bisa dikorbankan kapan saja.
White paper dari Redcomm digital marketing agency Indonesia kali ini tidak hanya memetakan masalah, tapi juga memberikan kerangka implementasi 90 hari untuk transformasi strategi marketing menjadi lebih efisien, terukur, dan tahan banting:
Target strategisnya jelas: ROI measurability 90%, martech utilization 85%, forecast accuracy 80%, dan stabilisasi budget di angka 12% dari total company spending.
Jadi kalau Anda berposisi sebagai:
Maka Anda wajib mengunduh kemudian membaca white paper ini. Tujuannya jelas, untuk memastikan setiap rupiah yang Anda keluarkan bisa dipertanggungjawabkan dan memberikan dampak positif bagi bisnis.
Yuk, unduh white paper “Marketing Spend or Marketing Waste” sekarang dan pelajari bagaimana Anda bisa membalikkan anggaran marketing dari pemborosan menjadi senjata strategi.
Lalu kalau ingin berdiskusi lebih lanjut, Anda juga bisa langsung menghubungi Kontak Redcomm.
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC