Musisi muda bernama lengkap Mohammad Zaydan Hasan Mubarok Mustaqim Firdaus Al Ghazali Al Hasan Bin Abdul Qodir Al Husein atau yang akrab disapa Aku Jeje, punya cerita unik dalam perjalanan kariernya.

Musisi muda bernama lengkap Mohammad Zaydan Hasan Mubarok Mustaqim Firdaus Al Ghazali Al Hasan Bin Abdul Qodir Al Husein atau yang akrab disapa Aku Jeje, punya cerita unik dalam perjalanan kariernya.
Berbeda dari musisi kebanyakan yang berlomba menciptakan lagu baru, Aku Jeje justru memilih membawa sebuah lagu anak-anak legendaris “Lihat Kebunku (Taman Bunga)” ke dalam versi yang lebih dewasa dan penuh emosi. Lagu ini dirilis pada 8 September 2025 dan segera viral, masuk YouTube Charts dan ditonton lebih dari 634 ribu kali dalam 11 hari.
Tidak hanya itu, lagu tersebut juga jadi tren di TikTok dengan lebih dari 17 ribu video menggunakan sound resminya, menguatkan tagar #MendewasakanLagu yang diciptakannya sendiri.
Aku Jeje pertama kali dikenal lewat TikTok, dengan ciri khas sapaan “Halo, aku Jeje” di setiap videonya. Berbeda dari kebanyakan musisi yang memulai karier lewat jalur industri, Jeje justru memulai dari jalanan. Sejak kelas enam SD, ia sudah terbiasa ngamen bersama teman-teman punk di sekitar rumahnya, sambil menjalani berbagai pekerjaan serabutan seperti cuci piring, ojek payung, hingga lap meja di warung nasi Padang.
Kini, sebagai mahasiswa Institut Kesenian Jakarta jurusan Penciptaan Musik, Jeje sudah menulis lebih dari 16 lagu dan bergabung di label Orka Music, menyalurkan visi musik yang jujur dan otentik.
Inspirasi lagu ini muncul dari kolaborasinya dengan Heinriko Christiansen, musisi yang juga suka bereksperimen dengan aransemen. Ide mendewasakan lagu anak-anak ini lahir dari renungan pribadi Jeje tentang makna kebun sebagai simbol perasaan manusia dan diri sendiri.
Dalam versi barunya, lagu ini mengangkat tentang belajar ikhlas melepas cinta yang pergi. Lirik seperti "Oh mengapa, bunga di taman hatiku hanya satu / Oh menghilang, bunga kesayanganku diambil orang" menyampaikan pesan sederhana tapi sangat dalam tentang kehilangan dan penerimaan.
Jeje dan Heinriko sebagai produser memutuskan membuat aransemen minimalis dengan dominasi gitar lembut dan vokal yang jujur tanpa efek berlebihan. Mereka juga menghormati hak cipta lagu asli dengan mengajukan izin ke keluarga mendiang Pak Kasur, pencipta lagu, meski akhirnya pihak keluarga meminta agar versi asli tetap dilestarikan.
Oleh karena itu, Jeje merilis lagu ini bukan sebagai remake, melainkan interpretasi baru yang membawa nuansa nostalgia sekaligus kedewasaan.
Lagu ini cepat diterima berbagai kalangan, dari anak muda hingga orang tua, bahkan selebritas seperti Rizwan Shabilla dan band Sore ikut menggunakan sound-nya. Reaksi paling berkesan datang dari orang terdekat, seperti ibunya yang bangga dan sering menyanyikan lagu tersebut.
Komunitas penggemar bernama “Kanca-Kanca” (dari bahasa Madura yang berarti teman-teman) juga aktif mendukung Jeje lewat karya seni seperti lukisan dan film pendek terinspirasi dari lagu-lagunya.
Kisah Aku Jeje memberikan banyak pelajaran berharga dalam strategi digital marketing, terutama untuk musisi dan kreator:
Perjalanan Aku Jeje dari pengamen di jalanan hingga viral sebagai musisi lewat lagu reinterpretasi “Lihat Kebunku (Taman Bunga)” adalah contoh nyata bagaimana ketulusan, kreativitas, dan pemanfaatan strategi digital dapat membuka peluang besar di era sekarang. Musik bukan sekadar hiburan, tapi juga jembatan emosional bagi banyak orang, dan digital marketing adalah alat ampuh untuk menjangkau dan menggerakkan audiens.
Dengan pendekatan digital yang tepat, kreator bisa menyalurkan karya autentik dan mendapatkan tempat di hati jutaan pendengar, sama seperti yang telah dilakukan Aku Jeje.
DISCOVER MORE OF WHAT MATTERS TO YOU
RELATED TOPIC


